source : internet |
"Apabila kamu
mencintai seseorang, janganlah terlalu berlebih-lebihan. Karena mungkin suatu
saat kamu akan membencinya. Dan apabila kamu membenci sesorang juga janganlah
terlalu berlebih-lebihan, karena mungkin suatu saat kamu akan mencintainya".
(Rasulullah Saw.)
Tiba-tiba teringat pada ucapan Rasulullah Saw. (Allohumma
Sholli Wa Salim Wa Barik Alaih) di atas,
perihal objektivitas kita pada seseorang. Iya sih. Bener banget. Kalo sedang terkena
virus supjektip, entah itu berupa supjektip berupa kesengsem, maupun supjektip
sebaliknya yaitu buenci setengah muati pada seseorang, puasti kita sulit jernih
bepikir.
Jika kita sedang kesengsem pada seseorang dengan kelebihan 6
dan kekurangan 4 misalnya, dari total 10 integritas dirinya. Maka biasanya,
umumnya, keseringannya, kita “buta” akan si 4 kekurangan. Tapi kebencian pada personal yang sama akan menghilangkan 6
kebaikan yang ada. Semua tampak buruk di mata, dan telinga orang yang membenci.
Kadang, kita lupa kalau ancaman untuk menjadi orang yang
tidak objektip itu mengintip kita setiap hari. Setiap saat bahkan. Yang lebih menyedihkan, bila kita menemui
orang yang baru kita kenal, kita akan jauh lebih hebat lagi kemampuan
supjektipnya, jika tidak pandai-pandai senantiasa mengingatkan diri bahwa tiap orang punya hak
untuk “praduga tak bersalah” atas dirinya.
Dua hal yang barangkali bisa menyelamatkan kita dari jebakan
supjektip buta, mungkin adalah : pertama, berprasangka baik, kedua cek dan
ricek. Kalo info yang kita dengar tentang seorang yang baru kita kenal baik
tentu mudah bagi kita memulai berprasangka baik atas dirinya, dan setelah kita
cek dia memang baik tentu makin yakin kita bahwa dirinya memang penuh kebaikan.
Itu kalo supjektip dalam kebaikan.
Bagaimana kalau kita mendengar info buruk
tentang seseorang yang belum kita kenal? Nah, biasanya kita akan lebih sulit
untuk berprasangka baik .
Tapi kalo kita realisasikan mencoba selalu berprasangka baik
dan cek dan ricek info yang kita dengar, mungkin kita akan lebih nyaman. Dan orang
lain pun akan nyaman dengan kita. Lalu bagaimana jika info dan kenyataan
membuktikan bahwa orang tersebut memang buruk akhlak atau minimal sifat
misalnya? Tetaplah berprasangka baik, dan berusahalah senantiasa menempatkan
segala sesuatunya dengan pas, ndak berlebih-lebih.. Karena sebelum setiap kita
menghembuskan nafas terakhir, kita masih bisa berubah. Semoga berubahnya jadi makin
baik atau minimal buruk ke baik tentunya.
Seorang teman pernah memngingatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir
Al-Jaelani berkata :
“Bila engkau bertemu dengan seseorang , hendaknya engkau memandang dia itu lebih utama daripada dirimu dan katakan dalam hatimu : “Boleh jadi dia lebih baik disisi Allah daripada diriku ini dan lebih tinggi derajatnya.
Jika orang yang lebih kecil dan lebih muda umurnya daripada dirimu , maka katakanlah dalam hatimu : “ Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang telah banyak berbuat dosa , maka tidak diragukan lagi kalau derajat dirinya jauh lebih baik daripada aku.”
Bila dia orang yang lebih tua , hendaknya engkau mengatakan dalam hati : ”Orang ini telah lebih dahulu beribadah kepada Allah daripada diriku”.
Jika dia orang ‘Alim ,
maka katakan dalam hatimu :” Orang ini telah diberi oleh Allah sesuatu yang
tidak bisa aku raih, telah mendapatkan apa yang tidak bisa aku dapatkan, telah
mengetahui apa yang tidak aku ketahui, dan telah mengamalkan ilmunya”.
Bila dia Orang Bodoh, maka katakan dalam hatimu : Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka kepada –NYA , padahal aku mengetahuinya. Aku tidak tahu dengan apa umurku akan Allah akhiri atau dengan apa umur orang bodoh itu akan Allah akhiri (apakah dengan husnul khaitimah atau Su’ul khatimah).
Bila dia orang kafir , maka katakan dalam hatimu : “Aku tidak tahu bisa jadi dia akan masuk islam, lalu menyudahi seluruh amalannya dengan amal shalih, dan bisa jadi aku terjerumus menjadi kafir, lalu menyudahi seluruh amalanku dengan amal yang buruk”. ( Nauzubillahi min zalik)
Selamat sore. Selamat menjadi pribadi-pribadi yang objektip dan
bila supjektip, supjektip yang menempatkan setiap orang adalah baik dan punya
kelebihan, disamping kekurangannya.
Dan jangan dibalik.
G.
Selasa, 7 Februari 2012 – didetik-detik
menjelang pulang ke mampang
No comments:
Post a Comment