(Coklat, Kolam Renang dan Ramalan Dukun)
Suatu pagi di Hari Ahad, saya duduk di pinggir kolam renang rumah
sambil menikmati coklat sekardus besar bersama suami dan anak-anak. Kaos
bergaris putih merah dan kacamata minus, saya kenakan saat itu. Anak-anak saya
--dua orang perempuan, Vena dan Icha-- sama lahapnya dengan saya,
bersaut-sautan menyantap. Sementara ayahnya anak-anak, duduk diantara kami, mendongeng.
Saya sesekali menimpali untuk membumbui cerita. Kadang Icha yang cerewet
memotong kalimat ayahnya untuk mengulang-ulang ceritanya. Ia terus berkomentar sambil
menyeka helai-helai rambut lurus tipis yang loncat ke wajah cantiknya.
Hehe…geli lihat tingkahnya ini.
Itulah cerita yang ada di
benak saya saat itu. Saat SD. Wew…mengerikan sekali, ternyata saya sudah pernah
membayangkan bagian adegan sebuah keluarga sejak umur segitu. Tapi tunggu dulu,
bukan soal berkeluarganya, tapi dua hal remeh temeh yang menjadi inspirasi saya
di situ: kolam renang dan coklat.
Saya membayangkan bagaimana kehidupan
seorang yang kaya. Rumah besar dengan kolam renang luas, dan punya stok coklat
mahal yang banyak.
Kondisi saya saat itu berbeda.
Bertahun lamanya masa berlalu, kemudian
sebuah perbincangan singkat membuat saya terkenang kembali. Ibu saya
menyampaikan hal ini: saya akan menjadi “pusaka keluarga”, anak dengan rejeki
paling banyak di keluarga ini. Saya tertawa, karena ibu saya masih juga
mendengar ramalan dukun iseng itu.
Cinta
Sudah berganti masa lagi, saya
semakin menua. Tiba-tiba terngiang apa yang disampaikan ibu saya. Tak butuh waktu
lama, saya merevisi “keyakinan” saya kala itu. Bukan berniat syirik, hanya baru
tersadar, bahwa saya kaya itu memang benar. Bahkan sudah sejak lahir.
Betapa tidak? Saya dilahirkan
dari orang tua yang punya cinta melimpah, kemudian dibesarkan di tengah
keluarga dan lingkungan yang tak pernah menagih imbalan atas apa yang pernah
mereka beri. Saya ingat-ingat, tidak menemukan sekalipun saat-saat sulit
menjalani hidup. Semua kebutuhan yang diperlukan selalu datang tepat waktu
tanpa memberi kesempatan pada yang namanya: kekurangan.
“Apa yang bisa aku bantu?” tanya
seorang teman seruangan saya, saat melihat saya sudah mulai tidak fokus
mengerjakan tugas kantor. Detail-detail seperti ini yang terus menambah
pundi-pundi harta kekayaan saya.
Subhanallah…
'roem
'roem
yang pasti kita akan kaya,,, kaya akan karya tulis,,, nulis disini
ReplyDelete