|
one day @ one place (sumber: pribadi) |
di pekan pertama masuk kantor setelah masa cuti “maternity
leave” habis, saya makan siang bersama temanteman. saya masih ingat pertanyaan
pertama setelah kita duduk satu meja dan memesan makanan, disebuah resto kecil
ternama dibilangan jakarta pusat.
“selama tiga bulan terakhir ini, sudah keliling kuliner
kemana saja?” tanya saya.
dari jawaban teman, saya diinfokan bahwa belakangan ini
mereka sangat sibuk sehingga tidak sempat berkeliling di saat makan siang,
berwisata kuliner kecil-kecilan. dan itu menurut foya-foya saya (kalau hemat
itu sudah biasa, menurut hemat saya, ah biasa itu, ngga istimewa) kebiasaan
seperti itu tidak sehat. meski hanya untuk dibiasakan 2-3 bulan.
rehat bikin sehat
di artikel
kesehatan yang pernah saya baca, rehat sejenak diantara waktu kerja, misalkan
di waktu makan siang, adalah hal yang memang sangat dianjurkan. karena selain
dapat menyehatkan badan karena memberi kesempatan pada badan kita untuk
bergerak setelah sekian lama duduk, juga menyegarkan pikiran kita, untuk tidak
melulu dipakai untuk bekerja.
dalam banyak artikel bahkan kita diyakinkan untuk
memanfaatkan waktu rehat makan siang sebaik-baiknya, karena justru akan membuat
‘fresh’ pikiran kita, sehingga sekembalinya kita ke kantor, justru kita bisa
kembali ke kondisi ‘fokus’ dan segar . sebaik kondisi kita di pagi hari.
diacara makan siang itulah kami bersepakat untuk melakukan
wisata kuliner kelas bulu. setiap jumat, dimana kita, para perempuan terhormat
ini, punya waktu makan lebih lama, dan
lebih leluasa alias sedikit jumlah ‘saingan’nya dalam rangka ‘mencari panganan
lezat di waktu rehat’, yaitu disaat para lelaki di banyak kantor solat jumat.
kami lalu membuat usulan-usulan. salah satunya berasal dari
saya. usul saya yaitu bagaimana jika dari senin hingga kamis kita makan siang
dengan budget cukup. yaitu sepuluh ribu. jumlah itu cukup, amat cukup malah,
karena di warung makan dekat kantor saya, nasi setengah porsi ditambah sayur
tumis toge, diberi lauk cumi tumis cabe hijau dan sambal serta air putih hangat
sebagai pencuci mulut (dalam arti sebenarnya :p) cukup ditukar dengan uang
sebesar lima ribu rupiah saja. mengagumkan, bukan?
saat kuliner jadi penuh siasat
di hari
jumat kita bisa mengumpulkan ‘sisa-sisa’ jatah makan siang kita di hari kerja
lain, sehingga budget makan siang kita di hari jumat bisa lebih besar dari hari
biasanya. kalaupun berkali lipat pun besarnya dari hari-hari lainnya, toh
seminggu sekali ini lah. makan enak di tempat kuliner yang direkomendasikan
banyak orang atau bahkan banyak rubrik kuliner di media massa besar, kalau cuma
seminggu sekali, rasanya tidaklah berlebihan jika memerlukan dana ‘sedikit’
lebih.
‘siasat’
makan hemat di week days kecuali jumat itu bukan sembarang dicanangkan. namun
telah melalui uji empiris yang nyata dan menyakitkan jiwa bahkan raga. bahwasanya, makan siang yang tidak dimenejemeni dengan baik akan menghasilkan kesengsaraan di akhir bulan. saat bukan "makan apa" yang jadi pertanyaan, akan tetapi "apa (saya) makan (siang ini)" hehehe. bahkan secara kasat mata pun
dapat kita buktikan dengan mudah. misalnya saja, warung makan-warung makan
murah meriah menjadi makin penuh sesak di akhir bulan. menjelang tanggal gajian
tiba. dan kembali kosong melompong di hari gajian hingga kira-kira satu pekan
kedepannya. sungguh pemandangan yang mengiris hati. karena mengingatkan pada
diri sediri. #huhuuuyy.
begitulah,
kawan. semenjak hari itu, saya pun mulai makan murah meriah sehat jiwa raga
juga kantong. dan memulai wisata kuliner kami di jumat lalu, sepuluh februari
duaribuduabelas. dan saya pun menamainya ‘one fine day’ program, karena selain
jumat memang ‘fine day’ yang berlimpah berkah, di hari itu pun saya ‘merasakan’
lebih fine, karena makanan yang masuk ke perut saya lebih lezat dan yang lebih
penting lagi buat saya pribadi, lebih…banyak! :D
G.
-masih di
senin yang sama, senin tigabelas februari, didetik-detik berlari ke halte
busway, berjibaku dengan penggemar transjakarta
monas-ragunan lainnya